Friday 25 November 2016

Mari Menyikapi Rush Money Dengan Bijak

Saat ini sedang hangat pembicaraan mengenai rush money. Di berbagai media sosial membahas tentang rush money. Seperti facebook, twitter, blog, dan semacamnya. Dari mereka yang bener-bener paham tentang keuangan, hingga pihak-pihak yang hanya sekadar untuk eksistensi pun turut serta menyinggung hal itu. Lalu apa, sih, rush money sebenarnya?
Rush money adalah tindakan penarikan dana yang tersimpan di bank secara besar-besaran dan bersama-sama. Penarikan tersebut dilakukan hingga mencapai nilai saldo sekecil-kecilnya bahkan tidak bersisa (nol).
Tujuannya apa?

Gerakan ini sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Mengapa kecewa? Karena masyarakat menganggap bahwa pemerintah telah berlaku tidak adil. Jika menengok isu nasional yang terjadi, ketidakadilan yang dimaksud berkaitan erat dengan Gubernur Jakarta Ahok yang diduga telah melakukan tindak penistaan agama. 
Benarkah Ahok telah menistakan agama? Ada 2 kubu yang berlawanan tentang ini. Satu kubu bersikukuh bahwa itu benar dan menginginkan peradilan bagi yang bersangkutan. Sedang kubu yang lain menganggap kubu pertama terlalu berlebihan dan sudah mencampuradukkan agama dengan politik. Selain menguras waktu dan tenaga, perdebatan akan masalah itu tidak ada ujungnya karena masing-masing memiliki alasan dan landasan pemikiran yang kuat.
Bersyukur kasus ini telah berpindah dan ditangani oleh pihak berwajib. Semoga hal tersebut memperoleh hasil dan jalan keluar yang seadil-adilnya hingga tidak lagi ada ketegangan di masyarakat. Aamiin.
Kembali berbicara tentang rush money, dampak yang ditimbulkan atas aksi tersebut sangat besar jika ditinjau dari perekonomian dan stabilitas bangsa. Bagaimana bisa?
Begini. Jika masyarakat menarik semua dana dan investasinya dari bank, otomatis bank akan kekurangan dana. Jika bank kekurangan dana atau uang tunai, rasio-rasio kesehatan bank yang biasanya dihitung berdasar aktiva dan jumlah modal akan menurun, seperti rasio likuiditas dan solvabilitas. Tentu hal tersebut mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi. Selanjutnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun pula, dalam hal ini yaitu Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan milik negara.
Coba kita bayangkan sejenak dengan kepala dingin. Jika gerakan rush money benar-benar terjadi, bagaimana nasib bangsa ini? Terutama masyarakat kecil kelas menengah ke bawah. Merekalah yang akan merasakan dampaknya terlebih dulu. Karena dengan adanya gejolak ekonomi akan memengaruhi harga-harga kebutuhan pokok. Jika harga pangan melambung tinggi, sedangkan kondisi keuangan keluarga mereka dalam taraf miskin, apa yang akan terjadi? Masyarakat semakin miskin dan sengsara. Apakah kita menginginkannya?
Maka mari kita renungkan ... apakah yang sebaiknya kita lakukan sebagai warga negara yang baik dan beriman?
Kita telah lahir dan hidup di negara Indonesia, berkebangsaan Indonesia. Presiden Soekarno dan para pahlawan telah memperjuangkan kebebasan bangsa ini. Sudah selayaknya kita membalas jasa mereka dengan menjadi warga negara yang baik dan bermanfaat. Caranya dengan tidak melakukan tindakan yang dapat mengancam kehancuran bangsa. Dan sebagai manusia beriman, apa yang kita lakukan hendaknya selalu disandarkan pada niat lillahi ta'ala, hanya mengharap ridho Allah SWT. Yaitu melakukan kebaikan-kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi diri sendiri juga orang lain dan masyarakat (bangsa). Dengan tak lupa selalu diiringi dengan doa-doa kebaikan.
Jadi jelas bahwa rush money adalah tindakan yang bisa menyebabkan kerusakan ekonomi dan negara. Padahal, bukankah Allah telah memfirmankan untuk kita manusia agar tidak melakukan kerusakan di muka bumi-Nya?
Allahu 'alam bishowab.
Pare, 25 November 2016

No comments: